Text
Komodifikasi paham Ahlussunnah wal Jamaah: kajian konflik perebutan pengaruh elite Nahdlatul Ulama dan Salafi
PERKEMBANGAN Islam di Pasuruan sejak abad XVII dipengaruhi oleh elektabilitas para kiai dan habib. Mereka mendirikan pesantren berpaham Ahlussunnah wal jamaah yang berafiliasi terhadap Nahdlatul Ulama sehingga Pasuruan dikenal sebagai basis warga Nahdhiyin di Jawa Timur. Namun, pada 2000-an para elite NU merasa resah dengan kemunculan Salafi yang juga berpaham Aswaja sebab mereka memiliki strategi dakwah yang dapat menark simpati masyarakat Pasuruan. Para elite NU juga merasa tersaingi sebab Salafi berhasil merebut jamaah NU yang selama ini menjadi "aset" atau "modal sosialnya" pada aspek politik, ekonomi, dan pendidikan.
Bentuk komodifikasi paham Ahlussunnah wal Jamaah elite NU fokus pada kekuasaan dengan menggunakan istilah al-Ulama Waratsatu al-Anbiya'. Melalui kekuasaan tersebut elite NU yakin bahwa kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat pada aspek politik, ekonomi, dan pendidikan akan terpenuhi. Sedangkan bentuk komodifikasi paham Ahlussunnah wal Jamaah Salafi fokus pada dakwah yaitu mengembalikan Islam pada al-Qur'an dan hadis serta Islam yang bebas dari bidah, takhayul, dan khurafat. Model dakwah Salafi tidak berorientasi pada politik praktis, tetapi mereka bekerja sama dengan pemerintah kota Pasuruan.
Adapun konflik perebutan pengaruh antara elite NU dan Salafi berpengaruh terhadap masyarakat Pasuruan yang akhirnya terpecah menjadi dua model jamaah, yakni jamaah murni yang fanatik dan jamaah "muhajirin" yang lebih kritis. Jamaah "muhajirin" disebut sebagai generasi Islam Hibrida, artinya umat Islam yang memiliki pemahaman silang antara paham Ahlussunnah wal jamaah an-Nahdliyyah dan Salafi.
233000223 | U 297.6512 MAS k | Perpustakaan Pusat UIN | Tersedia |
233000224 | U 297.6512 MAS k | Perpustakaan Pusat UIN | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain